Warga bernama Ko Zeyar harus berjuang melintasi jalanan rusak dan bangunan yang runtuh untuk menuju kampung halamannya di Sagaing, Myanmar, yang terdampak parah oleh gempa bumi. Pada saat itu, perjalanan dari Mandalay yang biasanya hanya memakan waktu 45 menit, kini ditempuh oleh Ko selama 24 jam.
Dampak Gempa Bumi
-
Episentrum Gempa: Sagaing merupakan episentrum dari gempa bumi terkuat yang melanda Myanmar dalam satu abad pada Jumat, 28 Maret 2025. Gempa bermagnitudo 7,7 tersebut menyebabkan kerusakan parah dan menewaskan lebih dari 3.000 orang.
-
Kondisi Kota: Saat tiba di Sagaing, Ko Zeyar menyaksikan kota yang hancur, dengan mayat-mayat terperangkap di bawah reruntuhan. Meski keluarganya selamat, banyak teman Ko tewas dalam bencana tersebut.
-
Krisis Kemanusiaan: Penduduk setempat berupaya menguburkan mayat di kuburan massal, sementara para penyintas mengalami kekurangan makanan dan air. Banyak yang terpaksa tidur di luar ruangan sambil menghadapi risiko gempa susulan dan kondisi cuaca panas.
Kondisi Terkini
-
Kondisi Kota: Hampir seluruh kota tinggal dan tidur di jalanan, peron, atau lapangan sepak bola karena ketakutan akan gempa susulan. Ko Zeyar sendiri memilih tidur di dekat pintu agar dapat segera melarikan diri jika terjadi goncangan lagi.
-
Krisis Tambahan: Bencana gempa bumi menimbulkan krisis baru di Myanmar, yang sudah dalam kondisi sulit akibat perang saudara selama empat tahun. Infrastruktur kesehatan yang terkuras dan pertempuran melawan kelompok bersenjata memperparah situasi.
-
Kendala Penyelamatan: Sekitar 80% kota Sagaing rusak akibat gempa, sementara jalan-jalan menuju desa terpencil mengalami kerusakan parah. Upaya penyelamatan terhambat oleh kondisi tersebut, termasuk sulitnya pengiriman bantuan dan alat berat akibat jembatan yang rusak.
Sumber: CNN